Pernah nonton
Radio Galau FM? Udah pernah? Bagus. Yg belum nonton itu derita lu. Karena saya
di sini bukan utk mengajak kalian beli DVD bajakannya beramai-ramai (udah nggak
main di layar tancep). Tokoh utamanya bernama Bara (Dimas Anggara). Pemuda
jomblo ini hanya menghabiskan waktunya buat nulis. Targetnya cuma satu, bisa
nyelesain buku pertama dia. Blablabla (baca: singkat cerita), Bara berkenalan
dengan seorang cewek, adik kelas. Dan singkat cerita (baca: blablabla) mereka
pun jadian. Beberapa bulan jadian, ternyata hubungan ini bukan seperti yg
diharapkan Bara. Dia merasa stress karena sang pacar selalu minta diperhatikan.
Sedangkan cita-cita dia dari awal--nyelesain buku--terbengkalai. Kesimpulannya,
dia merasa terlalu banyak membuang waktunya buat sang pacar.
Kalau film yg
satu ini pasti sudah tau semua, ya minimal pernah dengar judulnya lah. Kambing
Jantan. Film pertama Raditya Dika ini memang tidak sesukses film2 dia yg lain
seperti Cinta Brontosaurus, Cinta Dalam Kardus, maupun yang sekarang baru rilis,
Manusia Setengah Salmon. Kambing Jantan menceritakan kisah hidup Raditya Dika
yang kuliah di Australia. Dia harus meninggalkan keluarga, teman-teman, dan
terutama pacarnya. Jarak yang menjadi alasan dia harus menjalani LDR, lintas
benua malah. Namun jarak juga yg menjadi alasan mereka untuk putus.
Lalu untuk apa
saya ngebacot tentang dua film di atas? Tidak lain dan tidak bukan karena dua
film ini agak2 mirip dengan apa yg saya alami sekarang. Mungkin kalian sudah
berfikir kalau pemeran Bara (Dimas Anggara) itu mirip dengan saya. Tapi maaf,
bukan itu letak kemiripannya, saya jauh lebih ganteng. Atau kalian berfikir
kalau saya lebih mirip kambing pada film Kambing Jantan? Sekali lagi maaf,
mungkin saya memang mirip kambing (tentunya kambing yg ganteng), tapi sayangnya
di film itu tidak ada kambing.
Oke, karena
sudah penasaran, maka akan saya ceritakan.
Dulu sebelum
punya pacar, saya sangat bersemangat untuk memelihara blog. Hampir setiap waktu
saya habiskan didepan computer warnet untuk memperindah blog impian saya. Hampir
setiap waktu juga saya habiskan untuk mencari ide buat tulisan2 saya.
Beberapa minggu
ngeblog, saya kembali terhubung dengan teman lama saya, cinta monyet saya dulu.
Kami terhubung lewat jejaring social, lalu tukeran nomor. Kira-kira seminggu
saya komunikasi dengan dia (nb: dia di Semarang), kala itu juga itensitas nulis
saya masih lancar, biarpun beberapa saja yg saya publish di blog (maklum,
penulis amatir, masih nggak pede).
Namun keanehan
muncul, saya merasa nyaman dengannya. Saya seperti kembali merasakan cinta
monyet saya dulu, monyet yg lebih dewasa. Blablabla akhirnya saya beranikan
diri buat nembak dia. Saya juga tidak melupakan fakta bahwa kami terpisah
antara pulau Jawa dan pulau Sumatera. Intinya kami jadian.
Ketika itu saya
tidak berfikir kalau hubungan ini akan membuat hobi baru saya (nulis)
terganggu. Bahkan satu bulan jadian, saya belum sadar kalau sebenarnya blog
saya sudah tidak terurus, tulisan-tulisan saya banyak yg belum selesai, putus
ditengah jalan, jalan di tempat, atau apalah itu namanya.
Sekarang kami
sudah 9 bulan pacaran, itu berarti sebentar lagi bakal melahirkan (emang
hamil?). memang selama 9 bulan ini saya masih bisa memposting beberapa tulisan,
namun itensitasnya sedikit sekali. Tidak bisa dipungkiri kalau pacaran memang
membuat beberapa rutinitas saya terganggu.
Bukannya saya
sok sibuk ngurusin pacar, karena beberapa orang—yg tidak mengerti—menganggap
ini hanya “sebatas” LDR. Nggak lebih dari hubungan jarak jauh, nggak lebih
menyakitkan dari jomblo, nggak lebih. Tetapi percayalah, LDR hanya akan membuat
pikiran kita lebih lelah bekerja. Rasa curiga, rasa untuk saling percaya,
apapun itu, tetap saja membuang waktu dan pikiran saya. Ah, mungkin yg senasib
seperti saya yg memahami ini.
Bagi saya, apa
yg saya alami ini sedikit mirip dengan apa yg dialami Bara atau Raditya Dika di
film Radio Galau FM dan Kambing Jantan. atau lebih tepatnya penggabungan dua
film ini. Saya dan Bara sama2 terjebak antara pacar dan tulis-menulis. Saya
juga harus menjalani hubungan jarak jauh dengan pacar saya, seperti yg dialami
Raditya Dika.
Namun, yg
namanya film pasti ada akhirnya. Dan akhir dari kedua film tersebut juga
berkaitan. Bara lebih memilih menyelesaikan bukunya daripada pacaran.
Keputusannya tepat. Dia jadi penulis. Dika yg semakin tersiksa selama LDRan,
miris biaya telepon, miris melihat orang lain pacaran, juga memilih putus.
Keputusannya tepat. Dia jadi tahu apa yg lebih dia butuhkan. Dika akhirnya
menulis pengalaman dia menjadi buku. Lalu apakah ending dari kisah saya juga harus seperti mereka? Putus? Mengingat
saya juga mengimpi-ngimpikan menjadi penulis dan menerbitkan buku?
Maka tetap saja,
ini adalah film saya (baca: hidup saya), ceritanya boleh ada kesamaan, ending-nya saya yg menentukan. Saya
memutuskan untuk memulai blog ini dari awal lagi. Blog tempat menuangkan segala
macam pemikiran, pendapat, ide, dan kreatifitas saya, tanpa harus mengorbankan
pacar atau mengakhiri LDR yg sudah 9 bulan saya jalanin ini. Saya tetap akan
mengembangkan kemampuan menulis saya. Mengembangkan ide saya. Menjadikannya
hobi, dan apabila Tuhan mengizinkan, ini akan menjadi profesi saya.