![]() |
politikklik.com |
Kamis,
11 April 2019 lalu, adalah bertepatan dengan peringatan dua tahun kasus
penyiraman air keras yang dialami oleh salah satu penyidik KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi), Novel Baswedan. Untuk mengingat momentum tersebut, para
pegawai KPK dan berbagai kalangan masyarakat sipil mengadakan sebuah acara atau
aksi di halaman gedung KPK.
“Ini
bukan memperingati dua tahun saya diserang, tapi ini momentum yang digunakan
sebagai peringatan dua tahun saya diserang dan tidak diungkap.” Ungkap Novel di
acara tersebut.
Apa
yang disampaikan Novel Baswedan seperti menyimpan sebuah pesan. Di tengah perjuangannya
melawan korupsi, menerima berbagai macam bentuk teror, sampai sebelah matanya rusak
dan tak bisa lagi berfungsi akibat disiram air keras, ia seakan menyampaikan
kritiknya terhadap proses penyelidikan yang sampai saat ini tidak menemui titik
terang.
Sudah
Berulang Kali
Kasus
penyiraman air keras bukan penyerangan satu-satunya yang ia terima. Sebelumnya
Novel Baswedan pernah ditabrak mobil oleh orang yang tidak dikenal sebanyak
tiga kali, dua diantaranya tepat sasaran hingga ia terpental dari sepeda
motornya. Karena penyerangan itu, kakinya cedera cukup serius sampai ia harus tertatih-tatih
setiap kali masuk kantor.
Lebih
jauh lagi, Novel bukan pula satu-satunya pegawai KPK yang menerima serangan
semacam itu. Beberapa pegawai KPK lain juga sering menerima penyerangan dalam
berbagai macam bentuk. Bentuknya ada yang berupa ancaman, teror secara
langsung, hingga penyerangan yang berupa kontak fisik.
9
Januari 2019, rumah Ketua KPK, Agus Rahardjo, didatangi paket bom paralon yang
tersimpan di dalam sebuah tas hitam. Masih di hari yang sama, sebuah botol
bersumbu yang di dalamnya berisi minyak tanah dan diduga bom molotov, terletak
di rumah Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif.
Rentetan
penyerangan juga terjadi kepada seorang penyidik KPK bernama Afief Yulian
Miftach di pertengahan tahun 2015. Di rumahnya, Afief pernah didatangi dua pria
tak dikenal yang lalu meletakkan sebuah bingkisan mirip bom. Seminggu
sebelumnya, ban mobil Aifef ditusuk oleh oknum tak dikenal. Malam harinya,
rumah Afief dilempari telur. Kap mobilnya juga pernah melepuh karena disiram
cairan kimia. Waktu itu Afief sedang bertugas untuk mengungkap kasus rekening
gendut perwira polisi.
Selain
itu, ada seorang pegawai KPK yang pernah diculik oleh orang tak dikenal. Sedangkan
untuk ancaman pembunuhan, mungkin itu adalah hal yang biasa bagi mereka-mereka
yang berjuang memberantas korupsi. Belum lagi korban lain yang kaussnya tidak
terlalu naik di media.
Tidak
Serius Mengungkap Kasus Penyerangan
Dua
tahun sudah kasus Novel terombang-ambing tanpa arah, dan itu adalah bukti jelas
kalau tidak ada upaya serius dalam mengungkap kasus ini. Tim Gabungan Pencari
Fakta (TGPF) memang sudah dibentuk sejak lama, tapi sampai sekarang belum
tercium fakta pengungkapan dalang dibalik penyerangan itu. Jika penyerangan
yang membuat sebelah mata Novel Baswedan rusak saja belum bisa terungkap,
bagaimana kita mau berharap pada pengungkapan kasus teror yang lain?
Padahal,
mereka yang ada di KPK adalah para pejuang perlawanan korupsi yang
sesungguhnya. Berbagai teror dan penyerangan yang mereka terima adalah bukti
bahwa mereka bekerja dengan tekanan yang luar biasa: nyawa dan keselamatan keluarga
mereka kapan saja bisa terancam. Di satu sisi, mereka sendiri tidak mendapat perlindungan
keamanan yang memadai. Tentu menurut saya ini telah mencoreng citra perjuangan
negara ini yang (katanya) serius melawan korupsi.
Nah,
selain itu, saya sendiri juga cukup heran kenapa kasus penyerangan terhadap
Novel Baswedan tidak dijadikan “jualan utama” para pasangan Capres dan Cawapres
pada masa kampanye Pilpres kemarin. Keheranan saya berlandaskan fakta bahwa isu
korupsi selalu menjadi isu utama setiap berlangsungnya penyelenggaraan pemilihan
umum di Indonesia, baik untuk kepala daerah maupun Presiden sekalipun.
Jika
dipikir-pikir, kasus ini sangat “seksi” bagi para pasangan calon sebagai bentuk
keseriusan mereka dalam memberantas korupsi. Aneh jika dalam kampanye dan
penyampaian program terkait pemberantasan korupsi, para kandidat ini lupa dan
tidak mengungkit penyerangan yang diterima Novel Baswedan.
Pada
masa kampanye lalu, kedua pasangan hanya berbicara pemberantasan korupsi dari
kulit luarnya saja. Mereka berjanji ini dan itu agar korupsi tidak terjadi
lagi, tapi menutup mata bahwa banyak pegawai KPK yang nyawanya terancam ketika
sedang memberantas korupsi tanpa adanya upaya melindungi dan mengungkap aktor
dibalik teror yang mereka terima.
Terlalu
naif jika kita berharap mereka untuk selalu berani mengungkap kasus-kasus
korupsi tanpa adanya perlindungan maksimal untuk mereka. Kita ingin korupsi terus
diberangus, tetapi penegak hukum yang berusaha memberangusnya tidak dijamin
keamanannya. Logikanya, korupsi tidak akan dapat diberangus secara maksimal
jika hal yang sangat mendasar seperti itu diabaikan.
Kembali
pada kasus Novel Baswedan yang sudah dua tahun tak ada titik terang. Penyiraman
air keras terhadap orang yang berusaha mengungkap kasus korupsi adalah bukti bahwa
korupsi sendiri sudah menjadi penyakit akut di tubuh negeri ini. Novel Baswedan
memang bukan korban satu-satunya, tapi lihatlah sebelah matanya, mau sampai
kapan hal seperti ini terus dibiarkan?
![]() |
Tulisan ini telah dimuat di Geotimes.co.id pada tanggal 29 April 2019. Tulisan dapat dibaca di https://geotimes.co.id/opini/sebelah-mata-novel-setelah-dua-tahun/ |
Mas, saya yakin siapapun presidennya tau siapa pelakunya. Namun karena posisinya yang kuat di negara ini sehingga sengaja tidak diungkap karena mereka tau akan ada konsekuensi yang lebih besar bila diungkapkan. Kalau pelakunya hanya orang biasa, yakin lah gak pake lama langsung diringkus.
BalasHapusKita serahkan saja semuanya pada pak polisi. Biar mereka yang mengerjakan tugasnya. Tugas kita adalah mendukung.
Iya mas, tp kalau kita lihat bagaimana keterangan pak Novel Baswedan sendiri (bisa tonton vlognya dengan Pandji), beliau juga menjurigai keterlibatan seorang jendral polisi.
HapusBenar, saya setuju, tugas kita adalah mendukung kasus ini agar segera terungkap
ini simalakama juga sih
BalasHapusbang novel itu kunci banyak kasus besar
yah semoga segera diketemukan dan benar2 diusut
Kita doakan saja mas :)
HapusMiris setiapkali mempelajari kasus ini. Keadilan seperti menguap. Sudah dua tahun belum juga terselesaikan. Semoga perjuangan bang novel akan terus,semakin banyak yang mendukung
BalasHapusMiris memang kak, apalagi beliau bukan satu-satunya korban
HapusSaya koq pesimis akan terungkap yah bila aparat masih berpihak pada satu sisi bukan bersifat netral, klo aparat benar2 netral pasti udah dari 2 tahun yg lalu sudah terungkap siapa dalangnya
BalasHapusBanyak kasus2 pembunuhan yg bisa diungkap di negeri ini, lucu saja rasanya kalau penyiraman air keras aja tidak bisa diungkap
HapusBagi emak2 kayak saya, mungkin langkah awal adalah membersihkan lingkungan aparat dulu nih dari segala bentuk pembelotan dan indikasi membela sebelah pihak,
BalasHapuskarena biasanya membela karena ada sesuatu yang diterimaa.
Memang tepat memeriksa rekening gendut para aparat, agar bisa dibuktikan indikasi seperti di atas.
Salut buat pak novel dan anggota kpk yang serius menangani kasus korupsi Meski banyak halangan dan tantangan.
Memang begitu mba, ada yang dilindungi dan melindungi, ada yang terikat satu sama lain. Sepertinya.
HapusMental koruptor sudah hampir mambudaya di Indonesia...mulai dari anak kecil dengan jumlah korupsi yang kecil juga...
BalasHapusTepat mas, dari praktik2 kecil jg banyak kok di masyarakat
HapusNgikutin kasus ini jg karena pandji sering bahas di youtubnya. Dan sedih sih, karena saya yakin sebenernya semuanya juga tahu siapa pelakunya. Tapi ya itu tadi, terlalu riskan utk diungkap 😭
BalasHapusHmmm, kita mah bisa apa mba :')
HapusKorupsi memang susah dihapus dengan singkat di indonesia. Karena sudah melanda hampir semua lapisan...
BalasHapusKlo semua pegawai terlibat atas sampai level bawah. Koong kantornya krn semua pasti nak pecat.
Bukan satu departemen aja, seliruh departemen..
Haizzz.. Tak terbayangkan
Makin miris kalau kita telisik lagi ya hiks
HapusMasih terngiang bgt gimana kejadian ini bisa terjadi. Antara malu, shock. Kok berbuat baik memberantas kbaikan banyak bgt rintangannya. Apa emg sebegitu kotornyakah masyarakat kita sekarang ini?:(
BalasHapusNanti ujung2nya orang seperti pak Novel ini makin enggan mengungkap kasus2 besar. Mudah2an tidak
HapusGiliran 'serangan bom teroris' cepat banget nemu pelakunya,
BalasHapusYang bener-bener diteror kaga bisa diungkap
Yahh itu negeriku Indonesia, tapi kalau dipikir-pikir ini macem keluarga Tong atau 9 naga kalau di novelnya banget Tere Liye "negeri para bedebah" dan "negeri di ujung tanduk"
😅
Bener, negeri para bedebah saya juga sudah baca. Hihi
HapusKalo udah ngomongin korupsi, bisanya cuma bikin aku greget. Nggak ada yang berani mengungkapkan walaupun udah tau jawaban. Seperti berada di pusaran hitam yang semakin seseorang bersuara, maka akan semakin terseret masuk ke dalamnya.
BalasHapusSemua pada greget kak, kayak mad dog :')
HapusSemoga kepemimpinan presiden bru ini bisa mengungkapkan kasus2 korupsi di negeri ini 🙏 tpi gk tau klo presidennya tetap sama apa dia mampu mengungkapkan kasus seperti pak novel ini?? 🤔🤔
BalasHapusNo komen deh kalau yang ini, hehehe xD
HapusSedih kalau liat kasus Novel ini. Tampak tak ada keadilan baginya. Geram deh kalau sampai sekarang tak ada hasil yang memuaskan padahal tugasnya sangat baik, memberantas koruptor. Maunya kalau udah ditangkap, bunuh aja itu para koruptor.
BalasHapusSabar bang, sabar, puasa ini hehehe
HapusTp emang bikin geram sih kasus2 begini
Iya nih kasusnya kok kayak ga pernah dilanjutkan sih, Aku emang ga begitu paham dengan hukum, apakah semua ini ada hubungannya sama politik?
BalasHapusBerat sekali pertanyaannya mas. :')
HapusKita doakan yang terbaik saja, semoga kasus ini bisa terbongkar
Posting Komentar
Sila tinggalkan komentarnya.